Thursday, May 30, 2013

Pancasila Sebagai Ideologi


A.    Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari bahasa Yunani yaitu idea dan logos. Idea berarti ide-ide dasar berupa cita-cita yang bersifat tetap dan akan dicapai dalam kehidupan nyata. Logos berarti ilmu. Secara harafiah, ideologi adalah ilmu pengetahuan tentang ide-ide atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Antoine Destutt de Tracy memperkenalkan ideologi guna menyebut suatu studi tentang asal mula, hakikat, dan perkembangan ide-ide manusia atau Science of Ideas saat terjadi Revolusi Perancis (1796).
Pokok-pokok pikiran mengenai ideologi yaitu:
1.      Ideologi merupakan sistem pemikiran mengenai perilaku manusia, tertib sosial dan politik yang berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan politik yang ada.
2.      Ideologi mengemukakan program beserta strategi guna merealisasikanya.
3.      Ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang dapat menyatukan manusia, kelompok atau masyarakat  untuk terwujudnya partisipasi dalam kehidupan sosial politik.
4.      Fungsi pemikiran dalam lembaga politik dan kemasyarakatan dapat merubah pemikiran tersebut menjadi ideologi.
B.     Karakteristik dan Makna Ideologi bagi Negara
1.      Ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi krisis
Kondisi yang serba kalut, yang dicirikan oleh menghebatnya ketegangan sosial, sehingga ketidakpuasan terhadap masa lampau dan ketakutan menghadapi masa depan menjadi pendorong muncul dan bangkitnya suatu ideologi yang mampu menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
2.      Ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis
Ideologi menyajikan penjelasan dan visi mengenai kehidupan yang hendak diwujudkan. Ideologi juga bersifat “self-contained” dan “self-sufficient” yang berarti bahwa ideologi merupakan suatu pola pemikiran yang terintegrasi antara ide-ide dasar yang memuat aturan-aturan perubahan dan pembaharuan.
Namun ideologi juga bersifat abstrak karena kurang mampu menggambarkan realitas dan lebih menggambarkan model atas dasar persepsi tentang realitas yang ideal.
3.      Ideologi mempunyai ruang lingkup jangkauan yang luas namun beragam
Sifat serba mencakup dari suatu ideologi sangat tergantung pada ruang lingkup kekuasaan yang dapat dicakupnya. Sehingga, ideologi dapat menjadi indikator dalam menentukan keberhasilan suatu Negara dalam membangun masyarakatnya. 
4.      Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan
Ketertarikan seseorang pada suatu ideologi bisa didasarkan pada rangsangan intelektual, emosional atau yang sering disebut kepentingan pribadi. Maka tidak mengherankan jika para ideolog cenderung menunjukan militasi dan fanatisme terhadap doktrin ideologi sehinggga menjadi sumber dukungan yang sangat aktif dan loyal dengan pasif menerima ideologi apa adanya.
C.    Fungsi Ideologi
Fungsi ideologi secara umum, yaitu mengatur hubungan antara manusia dan masyaraktnya dan dapat pula membantu anggota masyarakat dalam upaya melibatkan diri dalam berbagai sektor kehidupan.
Fungsi ideologi secara khusus, yaitu:
1.      Ideologi berfungsi melengkapi struktur kognitif manusia
Ideologi dapat membantu untuk menghindarkan diri dari sikap ambiguitas dan memberikan kepastian rasa aman dalam mengarungi kehidupannya.
2.      Ideologi berfungsi sebagai panduan
Ideologi memiliki seperangkat patokan tentang bagaimana manusia seharusnya bertingkah laku dan dapat memberikan batasan tentang kekuasaan, tujuan, dan organisasi yang berkaitan dengan masalah-masalah politik.
3.      Ideologi berfungsi sebagai lensa dimana seseorang dapat melihat dunianya, sebagai cermin dimana seseorang dapat melihat dirinya, dan sebagai jendela dimana orang lain bisa melihat diri kita
Ideologi dapat memberikan gambaran tentang manusia dan masyarakat yang diharapkan.
4.      Ideologi berfungsi sebagai kekuatan pengendali konflik dan fungsi integratif
Melalui ideologi setiap anggota masyarakat mampu mengetahui ide, cita-cita, tujuan atau harapan-harapan dari masyarakatnya.
D.    Perbandingan Ideologi
1.      Agama sabagai Ideologi
Agama sebagai ideologi pernah mengalami kejayaan pada abad pertengahan di Eropa. Implikasi dari kuatnya keyakinan terhadap ajaran agama di Eropa, yaitu:
a.       Ajaran agama sebagai sumber nilai tertinggi yang tak boleh dibantah oleh akal manusia
b.      Orientasi kehidupan ditujukan untuk kehidupan setelah mati
c.       Kemajuan duniawi tidak akan berarti manakala seseorang tidak dapat masuk surga
d.      Masyarakat tidak mampu mengontrol penyimpangan (penjualan surat pengampunan dosa) yang dilakukan oleh paus
Pada abad ke 17, peranan agama sebagai ideologi mulai menurun dengan berkembangnya aliran-aliran baru d Eropa, seperti: Aufklarung, Renaissance, Rasionalisme, Empirisme dan Realisme.
2. Liberalisme
Dua teori pokok gerakan revolusioner di Amerika Serikat, untuk mempertajam persepsi terhadap beberapa aliran filsafat politik yang revolusioner, yaitu: pertama, teori yang dikembangkan oleh The Founding of America. Kedua, teori yang dikembangkan oleh kaum komunis di Amerika. Edmund Burke mengemukakan bahwa liberalisme berhubungan dengan masalah apa yang seharusnya dilakukan oleh negara melalui kebijaksanaan umum, dan yang seharusnya tidak dilakukan negara untuk memberikan kebebasan kepada rakyatnya.
Liberalisme memiliki pandangan tersendiri terhadap hak dan kebebasan warga negara. Ia mendukung pengakuan hak-hak asasi manusia sepanjang tidak mengganggu hak-hak orang lain.
Sebagai sebuah ideologi, liberallisme mengembangkan suatu prinsip yang sangat mendasar sifatnya, seperti:
1)      Pengakuan terhadap hak-hak asasi warga negara.
2)      Memungkinkan tegaknya tertib masyarakat dan negara atas supermasi hukum.
3)      Memungkinkan lahirnya pemerintah yang demokratis.
4)      Penolakan terhadap pemerintahan totaliter.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya kebebasan ini telah melahirkan sikap imperialistis dan membawa dampak kurang menguntungkan bagi kelompok masyarakat lain.
3.      Marxisme dan Leninisme
Teori komunisme sebagai suatu sistem sosial muncul ke permukaan menjelang abad ke-18. Masalah kritik sosial dan pembaharuan yang telah dilansir oleh tulisan Plato, More, dan Campanela, semuanya menunjuk hak milik perseorangan sebagai titik pangkal kesengsaraan manusia. Marxisme, dalam satu dan lain hal bisa dipandang sebagai jembatan antara revolui Perancis dan Revolusi Proletar Rusia tahun 1917.  Marx dan Engels tidak saja diwarisi oleh pikiran-pikiran yang cemerlang dalam menyikapi situasi sekelilingnya. Tetapi dibalik itu, keduanya memang dimatangkan oleh situasi yang ada disekitarnya.
Tiga hal yang merupakan komponen dasar dari Marxisme adalah :
1.    Filsafat dialectical dan historical materialsm.
2.    Penyiksaan terhadap masyarakat kapitalis yang bertumpu kepada    teori nilai tenaga kerja David Ricardo dan Adam Smith, serta
3.    Menyangkut teori negara dan teori revolusi yang dikembangkan      atas dasar konsep perjuangan kelas.
Teori yang dikembangkan oleh Marx memang didasarkan pada metode dialektika dari Hegel. Menurut metode tersebut, perubahan-perubahan dalam pemikiran, sifat dan bahkan perubahan masyarakat berlangsung dalam tiga tahap, yaitu: tes, antites, dan sintes.
Dalam masa modern ini, menurut Marx, produktivitas industri dalam skala besar merupakan suatu proses yang memerlukan peningkatan konsentrasi tenaga kerja. 
4.  Komunisme
Dalam teorinya,  Marx mengatakan bahwa komunisme dan sosialisme tidak akan mungkin muncul  di negara dengan tingkat perkembangan ekonomi yang belum begitu maju. Selain itu,  sistem feodal harus digantikan oleh sistem kapitalis yang ditimbulkan oleh industrialisasi.
Sistem kapitalis dapat mempersiapkan kerangka landasan untuk datangnya sosialisme melalui dua cara. Pertama, kapitalisme memberikan kemungkinan meningkatnya produksi melalui industrialisasi. Kedua, kapitalisme dapat melahirkan kelas baru,  yaitu proletar(buruh).
Partai Komunis terdiri dari segolongan kecil orang yang revolusioner dan sangat disiplin.  Komunis disebut sebagai  “Vanguard” atau pelopor kelas proletar.  Lenin juga mengatakan bahwa kualitas jauh lebih penting ketimbang kuantitas. Partai Komunis dipandang sebagai kepala dari kelas proletar. Dan  persekutuan yang dipimpin oleh kelas proletar itulah yang harus menunaikan tugas kelas borjuis,  yaitu industrialisasi.
Lenin membuat beberapa revisi penting dalam teori Marxisme. Pertama,  ia menerima bahwa arah sejarah dapat dipercepat.  Kedua,  alat yang dapat mempercepat sejarah adalah Partai Komunis yang mewakili kaum proletar,  kendatipun diantara anggotanya terdapat orang-orang yang bukan proletar. Ketiga,  Lenin menginsyafi bahwa dalam suatu negara agraris,  kelas proletar  harus bersekutu dengan kelas petani.  Akhirnya Lenin berkesimpulan bahwa Partai Komunis dapat menjalankan industrialisasi kendatipun menurut Marx industrialisasi merupakan tugas kaum borjuis dengan sistem kapitalismenya. 
Revisi-revisi Lenin dikembangkan pula oleh Mao Tze Tung.  Lenin menciptakan gagasan Vanguard of The Prolerariat atau pelopor proletar yang mewakili kelas proletar,  kendatipun diantara pemimpin-pemimpinnya yang bukan dari kelas proletar.  Disamping itu,  peranan  para politik tidak dapat diabaikan. 
Memang Lenin membedakan antara pelopor  proletar dan kelas proletar itu sendiri. Tetapi keduanya saling bersangkutan dengan erat. ada orang-orang yang menjadi anggota Partai Komunis,  dan Partai Komunis berpusat di kota-kota besar sehingga pemimpin-pemimpin dapat berhubungan secara kontinyu dengan kelas proletar.
Partai Komunis tentang berkembangnya gerakan komunis di negara-negara baru agak berbeda dengan teori aslinya yang dikemukakan oleh Marx.  Teori komunis sudah disesuaikan dengan realita di negara-negara baru,  yaitu bahwa sebagian besar rakyat bukan proletar tetapi petani.  Tetapi, kaum petani tidak dapat memimpin suatu revolusi. Pemimpin-pemimpin yang tergabung dalam Partai Komunis sebenarnya adalah dari kelas cendekiawan.  Jadi,  di negara-negara baru gerakan komunis yang berhasil terdiri dari cendekiawan dan petani. Peranan proletar dikatakan tidak begitu menonjol.
Ada sebuah teori tentang timbulnya gerakan komunis yang berdasarkan pada proses detradisional.  Komunis tidak dipandang sebagai reaksi terhadap kemiskinan mekainkan sebagai reaksi terhadap perubahan yang terlalu pesat dan kurang teratur. Dalam masyarakat tradisional semua orang merasa sebagai bagian dari masyarakat.  Secara ekonomis orang menderita,  tetapi penderitaannya diterima nasib.  Tetapi sesudah masyarakat dipengaruhi modernisasi,  masyarakat mulai dikacaukan melalui meluasnya komunikasi,  penjajahan,  pendidikan modern,  industri modern,  dan lain-lain.
 Setelah dipengaruhi oleh modernisasi,  mereka dapat melihat cara-cara kehidupan lain yang merupakan alternatif yang kelihatan bagus.  Orang-orang menjadi kurang puas dan frustasi.  Ketidakpuasan dan frustasi ini dapat dilihat dari dua sisi.  Pertama,  orang-orang berfrustasi secara materiil. Mereka ingin menjadi kaya seperti orang lain.  Kedua,  mereka frustasi dengan nilai-nilai baru. Pada zaman yang kacau,  orang memerlukan ideologi yang dapat menerangkan tentang dunia modern yang kacau. Sering kepercayaan agama tidak cukup meyakinkan,  sehingga orang tidak saja memberi jalan untuk menjadi kaya tetapi juga menjadi suatu pegangan yang dapat meredakan ketakutan akan kekacauan di dunia modern.
5.  Fasisme
Istilah Fasisme dikembangkan dari istilah Latin “fasces” yang merupakan simbol kekuasaan pada zaman Romawi Kuno.  Di Italia dikenal juga istilah “fascio” dengan arti dan konotassi yang sama.  Fasisme sebagai gerakan politik muncul di Italia setelah Perang Dunia I dan sempat menguasai negara itu dari tahun 1922 ssampai dengan tahun 1943.  Fasisme sebagai gerakan politik lebih eksklusif sifatnya setelah dikaitkan dengan gerakan yang diorganisir oleh Benito Musolini pada tahun 1919.
Dalam banyak hal,  Fasisme yang dikembangkan Musolini dan Nazisme oleh Hitler sanga dipengaruhi oleh pemikiran Fichte dan hegel.  Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa Fasisme merupakan perkembangan radikal dari teori negaraa Hegel.  Dalam suatu kesempatan,  Hegel pernah mengemukakan bahwa pengorbanan yang diberikan individu kepada negaranya merupakan ikatan substansial antara negara dengan seluruh anggotanya. 
Fasisme cenderung menganut moralitas ideal yang selalu didengungkan Hegel dan diperjuangkan pula oleh Kant,  Ficht,  Green,  Calyle ataupun Mazzini.  Sesuai dengan ajaran tersebut,  ia harus lebih mementingkan tugas dan kewajibannya dari pada menuntut hak,  dan pengorbanan diri atas nama masyarakat tidak harus dilaksanakan atas dasar kepentingan diri sendiri  (selfinterest). 
Fasisme menganggap lebih mendasarkan pada nilai-nilai spiritual dan loyalitas daripada sekedar pemenuhan kebutuhan perseorangan.  Selain itu,  Fasisme bukanlah ideologi yang bersifat dogmatis dan kaku,  akan tetapi merupakan  ideologi yang luwes yang diterima sebagai suatu kenyataan darurat sesuai dengan suasana yang ada dalam masyarakat yang ada dalam masyarakat dan negara.  Hakikat Fasisme adalah kepercayaan dan instink,  dan bukannya akal atau ajaran. 
Fasisme menolak dengan tegas gerakan Pasifisme,  akan tetapi menyukai bentuk-bentuk kekerasan.  Mereka juga menolak demokrasi dan liberalisme dengan segala macam pranata pendukungnya.  Sebaliknya,  Fasisme lebih cenderung mendekati nasionalime dan imperialisme,  serta lebih tertarik pada tradisi-tradisi zaman Romawi.
Fasisme menolak Sosialisme-Marxisme maupun Kapitalisme.  Dibawah Fasisme hak milik perseorangan dipertahankan sepanjang pemakaiannya diletakan dibawah kekuasaan negara.  Dan Fasisme juga menggunakan konsep “corporate state”,  dimana setiap kelompok fungsional dalam masyarakat hanya boleh diwakili oleh satu organisasi yang nota bene harus “direstui” oleh pemerintah.  Dengan demikian  pemerintah lebih mudah mengendalikan segala bentuk gerakan rakyat.
6. Idiologi Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga merupakan ideologi negara. Sebagai ideologi negara berarti pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan dengan kehidupan negara.  Ideologi pancasila memiliki konsep mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakanya itu masyarakat yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta bertoleransi, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang bersatu dalam suasana perbedaan, kedaulatan rakyat yang mengutamakan musyawarah, serta masyarakat yang berkeadilan sosial.
Pancasila sebagai  ideologi negara membawakan nilai-nilai tertentu yang digali dari realitas sosio budaya bangsa Indonesia. Sehingga ideologi memberi kekhasan tertentu yang membedakan dari ideologi lainnya. Ideologi Pancasila mendasarkan diri pada sistem pemikiran filsafat pancasila yang di dalamnya mengandung pemikiran yang mendasar mengenai apa dan siapa manusia, kebebasan pribadi serta keselarasan hidup masyarakat. Keberadaan ideologi pancasila dilihat dari dimensi realitas, idealisme dan fleksibilitas.


E.     Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila merupakan ideologi yang terbuka. Pemikiran ini diambil atas dasar pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia bersifat khas sebagai refleksi perilaku bangsa Indonesia dan tercermin dalam setiap segi kehidupannya. Serta nilai-nilai dasar tersebut bersifat dinamis. Menurut Alfian, suatu ideologi yang baik harus memiliki tiga dimensi agar dapat memelihara relevansinya yang tinggi atau kuat terhadap perkembangan aspirasi masyarakat dan tuntutan perubahan zaman. Tiga dimensi tersebut adalah :
1)         Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir.
2)         Dimensi idealisme, suatu ideologi perlu memiliki cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3)         Dimensi fleksibilitas atau pengembangan (Oetojo Oesman dan Alfian, 1993:192), dimana memungkinkan berkembangnya pemikiran-pemikiran baru tentang ideologi tersebut tanpa menghilangkan hakikat yang terkandumg didalamnya.
Ideologi terbuka sendiri yaitu ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika internal. Penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka membawa implikasi :
a)         bangsa Indonesia harus mempertajam kesadaran akan nilai-nilai dasarnya yang bersifat abadi,
b)        bangsa Indonesia harus menyadari adanya kebutuhan untuk mengembangkan nilai-nilai dasar secara kreatif dan dinamis untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
Suatu ideologi dikatan sebagai ideologi terbuka apabila terjadi interaksi antara nilai-nilai yang terkandung dengan lingkungan sekitar, di mana nilai-nilai dasarnya tetap dipertahankan dan bangsa tetap berkesempatan mengembangkan nilai instrumentalnya. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Nilai instrumental dapat berubah dan perlu ditinjau secara berkala agar sesuai perkembangan masyarakat Indonesia. Pengertian terbuka adalah terbuka untuk interaksi dengan lingkungan sekitar pada tatanan nilai instrumental. Namun ada sekurang-kurangnya ada dua pembatasan keterbukaan, yaitu:
1)        Kepentingan stabilitas nasional
Walaupun pada dasarnya semua gagasan untuk menjabarkan nilai dasar dapat diajukan, namun jika sejak awal sudah dapat diperkirakan gagasan itu akan menimbulkan keresahan yang meluas, selaknya dicarikan momentum, bentuk, serta metode yang tepat untuk menyampaikannya.

2)        Larangan terhadap ideologi Marxisme-Leninisme atau komunisme
Keterbukaan ideologi pancasila pada tataran instrumental dan nilai praksisnya bukan berarti bangsa Indonesia membuka diri bagi paham komunis. Paham Marxisme-Leninisme atau komunis memiliki wawasan yang negatif terhadap konflik karena tidak mengenal perdamaian, perdamainan akan tercipta apabila salah satu pihak yang berkonflik mengalami kehancurn. Prinsip menghalalkan segala cara untuk mendapatkan cita-citanya dipandang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian.

0 komentar:

 
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.