Seorang manajer sekolah dalam pencapaian
tujuan sekolah melakukan serangkaian aktivitas yang saling berhubungan dan
memiliki tingkatan atau jenjang tertentu, dalam hal ini yang dimaksud dengan
proses. Proses manajemen yang bersifat mendasar adalah sebagaimana yang
dikemukakan oleh Terry (1990 : 15) yaitu meliputi: planning, organizing, actuating, dan controlling.
1.
Perencanaan
(Planning)
Merencanakan
pada dasarnya menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa yang akan
datang, agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Perencanaan
adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan
jalan serta sumber yang untuk mencapai tujuan itu seefektif dan efisien mungkin
(Kauffman, 1972 : 38). Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan
yang meskipun dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Kegiatan itu
meliputi: a. perumusan tujuan yang ingin dicapai; b. pemilihan progam untuk
mencapai tujuan itu; c. identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu
terbatas (Fattah, 1996:49).
Perencanaan
sering disebut juga sebagai jembatan yang menghubungkan kesenjangan atau jurang
antara keadaan masa kini dan keadaan yang diharapkan terjadi pada masa yang
akan datang. Oleh karena itu perencanaan yang baik hendaknya memperhatikan
sifat-sifat kondisi yang akan datang, di mana keputusan dan tindakan efektif
dilakukan. Berdasarkan kurun waktunya dikenal perencanaan tahunan atau rencana
jangka pendek (kurang dari lima tahun), rencana jangka menengah/sedang (5-10
tahun), dan rencana jangka panjang (di atas 10 tahun).
Dalam konteks
pendidikan, Fattah (1996 : 50) menyatakan bahwa perencanaan pendidikan adalah
keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan selama waktu tertentu (sesuai
dengan jangka waktu perencanaan) agar penyelenggaraan system pendidikan menjadi
lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang bermutu, dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat. Sedangkan menurut Atmodiwirio (2000: 79)
perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihatke masa depan dalam hal
menentukan prioritas dan biaya pendidikan yang memepertimbangkan kenyataan
kegiataan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk
mengembangkan potensi system pendidikan nasional, memenuhi kebutuhan bangsa dan
anak didik yang dilayani oleh system tersebut.
Dalam konteks
pendidikan di Indonesia, model perencanaan pendididkan yang digunakan adalah
mengadopsi model PPBS (planning,
programming, budgeting system) yang disebut SP4 (Sistem Perencanaan
Penyususnan Progam dan Penganggaran). Esensi dari kegiatan perencanaan dengan
model ini adalah sebagai berikut:
a. memerinci
secara cermat dan menganalisis secara sistematik terhadap tujuan yang hendak
dicapai;
b. mencari alternative yang relevan, cara yang
berbeda-beda untuk mencapai tujuan;
c. menggambarkan
biaya total dari setiap alternatif, baik biaya langsung ataupun tidak langsung,
biaya telah lewat atau biaya yang akan datang, baik biaya yang berupa uang
maupun biaya yang tidak berupa uang;
d. memberikan
gambaran tentang efektivitas setiap alternatif dan bagaimana alternatif itu
mencapai tujuan;
e. membandingkan
dan menganalisis alternative tersebut, yaitu mencari kombinasi yang memberikan
efektivitas yang paling besar dari sumber yang ada dalam pencapaian tujuan
(Suriasumantri, 1980 : 28).
2. Pengorganisasian (Organizing)
Dalam kajian
manajemen, istilah pengorganisasian digunakan untuk menunjukkan hal-hal sebagai
berikut:
a. cara
manager merancang struktur formal untuk penggunaan sumber daya- sumber daya
keuangan, phisik, bahan baku, dan tenaga kerja organisasi yang paling efektif;
b. bagaimana
organisasi mengelompokkan kegiatan-kegiatan, di mana setiap pengelompokkan
diikuti dengan penugasan seorang manajer yang diberi wewenang untuk mengawasi
anggota-anggota kelompok;
c. hubungan-hubungan
antara fungsi, jabatan, dan tugas para karyawan;
d. cara
manajer membagi tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam organisasinya dan
mendelegasikan wewenang yang diperlukan yang diperlukan untuk mengerjakan
tugas.
Dalam pengertian
yang lebih utuh, Handoko (1992:168) menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan
suatu proses untuk merancang structural formal, mengelompokkan dan mengatur
serta menbagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara para anggota organisasi,
agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien. Proses pengorganisasian
meliputi tiga langkah prosedur sebagai berikut:
a. pemerincian
seluruh pekerjaan yang harus dilaksaakan untuk mencapai tujuan organisasi;
b. pembagian
beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logis dapat
dilaksanakan oleh satu orang.
c. pengadaan
dan pengembangan suatu makanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota
organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
Pandangan lain mengenai isu pengorganisasian
dikemukakan oleh Stoner (1986 : 62) yang menyatakan bahwa pengorganisasian
merupakan proses yang berlangkah jamak, yang terdiri dari lima tahap. Pertama, memerinci pekerjaan, yaitu
menentukan tugas-tugas apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi. Kedua, membagi seluruh
beban kerja menjadi kegiatan-kegiatan
yang dapat dilaksanakan oleh perorangan atau perkelompok. Ketiga, menggabungkan pekerjaan para anggota degan cara yang
rasioanal dan efisien. Keempat, menetapkan
mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan dalam suatu kesatua yang
harmonis. Kelima, melakukan
monitoring dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan dan
meningkatkanefektivitas.
3. Penggerakan (Actuating)
Penggerakan
(Actuating) merupakan fungsi
fundamental dalam manajemen. Diakui bahwa usaha – usaha perencanaan dan
pengorganisasian bersifat vital, tetapi tidak akan ada output konkrit yang di
hasilkan tanpa ditindak lanjuti kegiatan untuk menggerakkan anggota organisasi
untuk melakukan tindakan.
Penggerkaan
dapat didefinisikan sebagai keseluruhan suatu usaha, cara, tekhnik, dan metode
untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan
sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien. Efektif, dan
ekonomis (Siagian, 1992:128) ; sedang Terry (1990:313) menyatakan bahwa actuating merupakan usaha untuk
menggerakkan anggota –anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereke
berkeinginan unutk mencapai sasaran – sasaran organisasi.
Isu
yang selalu mngemukakan dlam pembahasan fungsi penggerakan adalah berkenaan
dengan pentingnya fungsi ini dalam keseluruhan kegiatan manajemen, karena
secara langsung ia berkaitan dengan manusia beserta segala jenis kepentingan
dan kebutuhannya. Sekaitan dengan perkembangan teori manajemen “Gerakan Human Relations”, diajukan konsep yang
dikenal dengan istilah the ten commandment of human relations.
Isi dari prinsip tersebut adalah :
a. Sinkronikasi
antara tujuan organisasi da ntujuan anggota organisasi;
b. Suasana
kerja yang menyenangkan;
c. Hubungan
kerja yang serasi;
d. Tidak
memperlakukan bawahan seperti mesin;
e. Pengembangan
kemampuan bawahan sampai tingkat maksimal;
f. Pekerjaan
yang menarik dan penuh tantangan;
g. Pengakuan
dan penghargaan atas prestasi kerja yang tinggi;
h. Tersedianya
sarana dan prasarana yang memadai;
i.
Penempatan personil secara tepat;
j.
Imbalan yang sesuai dengan jasa yang
diberikan.
Dalam
penyajian yang labih spesifik, Siagian (1992:137), mengemukakan sepuluh prinsip
pokok menggerakkan anggota organisasi yang berbingkai “Human Relations” yakni
sebagai berikut :
a. Para
anggota organisasi akan bersedia menganugerahkan segala kemampuan, tenaga,
keahlian, keterampilan, dan waktunya bagi kepentingan pencapaian tujuan
organisasi apabila kepada mereka diberikan penjelasan yang lengkap tentang
hakikat, bentuk dan isfat tujuan yang hendak dicapai orang itu.
b. Mengusahakan
agar setiap orang dalam organisasi menyadari, memahami secara tepat, dan
menerima tujuan tersebut bukan saja sebagai sesuatu yang layak untuk dicapai,
akan tetapi juga sebagai wahana tebaik untuk mencapai tujuan – tujuan pribadi
para anggotanya. Karena itu perlu diusahakan turut sertanya para anggotanya
dalam menentukan tujuan dari berbagai sasaran yang ingin dicapai.
c. Usaha
meyakinkan para anggotanya untuk memahami dan menerima tujuan dan berbagai
sasaran tersbut diperkirakan akan lebih mudah apabila para manajer berhasil
pula meyakinkan bawahannya bahwa dalam mengmudikan organisasi, para manajer
tersebut akan menggunakan gaya manajerial yang mencermikan pengakuan atas
harkat dan martabat para bawahannya sebagi insan politik, insan ekonomi, mahluk
sosial, dan sebagai individu dengan jati diri yan bersifat khas.
d. Pimpinan
organisasi perlu menjelaskan kebijkasanaan – kebijaksanaan yang akan ditempuh
oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagia sasaran
organisasional yang sekaligus berusaha memuaskan berbagai kebutuhan para bawahannya.
e. Para
manajer perlu menjelaskan bentuk pewadahan kegiatan yang dianggap paling tepat
untuk digunakan dengan penekanan diberikan pada interaksi positif antara orang
– orang dalam satu – satuan kerja dan antar satuan kerja dalam organisasi yang
telah disepakati bersama.
f. Perlu
dijelaskan pada para anggota organisasi,
tingkat kedewasaan dan tingkat kematangan teknik dan intelektual apa yang
diharapkan dari para anggota organisasi sehingga manajemen dapat mencari
keseimbangan antara orientasi tugas dan orientasi manusia dalam menjalankan
roda organisasi.
g. Diperlukan
penekanan yang tepat mengenai pentingnya kerjasama dalam menjalankan tugas,
pengelompokkan dalam berbagai satuan kerja dan pengetahuan atau keterampilan
yang bersifat spesialistik. Artinya perlu penekanan pada pentingnya
organisasi bergerak secara terkoordinasi
dan sebagai satu kesatuan yang bulat.
h. Para
manajer perlu memahami berbagai jenis kategorisasi kebutuhan manusia berdasarkan
teori lmiah dan menguasai situasi dan kondisi yang berpengaruh sehingga teknik
pemuasan yang paling tepat dapat dipilih dan diterapkan .
i.
Dalam mengemudikan organisasi para
manajer harus bidsa menunjukkan bahwa dengan penggunaan gaya manajerial
tertentu, merkea bertindak secara rasional dan objektif berdasarkan kriteria
dan “takaran – takaran “ tertentu yang telah di sepakati bersama.
j.
Dalam menggerakkan para bawahan, para
manajer harus selalu mempertimbangkan pandangan para bawahan tentang organisasi
kemampuan yang dimiliki oleh organisasi dan situasi lingkungan yang turut
berpengaruh.
4.
Pengawasan
a.
Pengertian
dan proses dasar pengawasan
Pengawasan
merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih
menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetukan sebelumnya. Sebagai fungsi organic, pengawasan merupakan salah
satu tugas yang mutlak diselenggarakan oleh semua orang yang menduduki jabatan
manajer. Proses dasar pengawasan terdiri atas 3 tahap, yaitu :
a) Penentuan
standar hasil kerja
Standar
hasil pekerjaan ini merupakan hal yang sangat penting karena berguna untuk
menentukan criteria yang hendak dicapai. Standar hasil kerja ini dapat bersifat
fisik, misalnya dalam arti kuantitas barang yang dihasilkan, jumlah jam kerja
yang digunakan, kecepatan menyelesaikan tugas, jumlah atau tingkat penolakan
terhadap barang yg dihasilkan, dll. Hal-hal yang bersifat keprilakuanpun harus diukur seperti semangat kerja, kesetiaan,
disipli, dan sebgainya.
b) Pengukuran
hasil pekerjaan
Tidak
mudah untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang sedang berlaku. Melalui
pengawasan harus dapat dilakukan pengukuran atas prestasi kerja walaupun hanya
bersifat sementara. Pengukuran sementara ini akan menjadi penting karena ia akan
member petunjuk tentang ada tidaknya gejala-gejala penyimpangan dari rencana
yang telah ditetapkan. Pengukuran prestasi kerja ini terdiri dari 2 jenis,
yaitu yang relative mudah dan sukar.ada berbagai prestasi kerja yang mudah
untuk diukur karena standar yang harus dipenuhipun bersifat konkrit. Pengukuran
yang sukar dilakukan karena standar yang harus dipenuhipun tidak selalu
dapatdinyatakan secara kongkrit.
c) Koreksi
terhadap penyimpangan yang mungin terjadi
Meskipun
bersifat sementara, tindakan kongkrit terhadap gejala penyelewegan, dan
pemborosan harus bisa diambil.
b.
Pengawasan
yang efektif
Pengawasan
yang efektif harus melibatkan semua tingkat manajer dari tingkat atas sampai tingkat
bawah, dan kelompok-kelompok kerja. Konsep pengawasan efektif mengacu kepada
pengawasan mutu terpadu atau Total Quality Control (TQC). Dalam dunia
pendidikan TQC ini akan dapat efektif jika pada setiap tingkatan pendidika
mempeunyai keterpaduan, kerjasama yang baik anatara kelompok kerja (guru)
dengan pimpinan dalam pengawasan mutu. Partisipasi kelompok kerjabdalam
melakukan pengawasan mutu biasanya disebut dengan Gugus Kendali Mutu (GKM).
Beberapa kondisi yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan pengawasan yang
efektif, yaitu sebagai berikut:
1. Pengawasan
harus dikaitkan dengan tujuan dan criteria yang dipergunakan dalam system
pendidikan yaitu relevansi, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas.
2. Sekalipun
sulit, standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada dua tjuan
pokoknya yaitu : untuk memotifasi dan dijadikan patokan guna membandingkan
dengan prestasi.
3. Pengawasan
hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi.
4. Frekuensi
pengawasan harus dibatasi.
5. System
pengawasan harus dikemudi (steering control).
6. Pengawasan
hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu menemukan masalah,
menemukan penyebab, membuat rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan,
mengecek hasil perbaikan, dan mencegah timbulnya masalah serupa.
0 komentar:
Post a Comment