Wednesday, December 21, 2011

Bahasa Gaul Sebagai Tutur Bahasa Remaja


A.Teori
1.        Pengertian Bahasa
Menurut Chaer (dalam Massofa, 2009) bahasa adalah suatu sistem lanuang  berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerjasama, berkornunikasi, dan mengindenfikasi diri. Menurut pendapat di atas rnaka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah berupa bunyi yang digunakan oleh rnasyarakat untuk  berkornunikasi.
Keraf (dalam Massofa, 2009) mengatakan bahwa bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap berupa arus bunyi dan mempunyai makna. Bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat terdiri atas dua bagian utama yaitu bentuk (arus ujaran) dan makna (isi). Menurut pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap yang merupakan alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa bentuk ucap dan makna.
2.        Fungsi Bahasa dalam Masyarakat
Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam hidup manusia. Manusia sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi antar sesamanya sejak berabad-abad silam. Bahasa hadir sejalan dengan sejarah sosial komunitas- komunitas masyarakat atau bangsa. Pemahaman bahasa sebagai fungsi sosial menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan interaksi sosial dengan sesamanya.

Bahasa bersifat arbitrer. Oleh karena itu, bahasa sangat terkait dengan budaya dan sosial ekonomi suatu masyarakat penggunanya. Hal ini memungkinkan adanya diferensiasi kosakata antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Perkembangan bahasa tergantung pada pemakainya. Bahasa terikat secara sosial, dikontruksi, dan direkonstruksi dalam kondisi sosial tertentu. Oleh karena itu, bahasa dapat dikatakan sebagai keinginan sosial.
Disamping fungsi sosial, bahasa tidak terlepas dari perkembangan budaya manusia. Bahasa berkembang sejalan dengan perkembangan budaya manusia. Bahasa dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi di dalam masyarakat.
Bahasa juga berfungsi sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri yang dipergunakan untuk mengkespresikan segala sesuatu yang tersirat di dalam pikiran dan perasaan penuturnya. Ungkapan pikiran dan perasaan manusia dipengaruhi oleh dua hal yaitu oleh keadaan pikiran dan perasaan itu sendiri. Ekspresi bahasa lisan dapat dilihat dari mimik, lagu/intonasi, tekanan, dan lain-lain. Ekspresi bahasa tulis dapat dilihat dengan diksi, pemakaian tanda baca, dan gaya bahasa. Ekspresi diri dari pembicaraan seseorang memperlihatkan segala keinginannya, latar belakang pendidikannya, sosial, ekonomi. Selain itu, pemilihan kata dan ekspresi khusus dapat menandai identitas kelompok dalam suatu masyarakat.
Sedangkan sebagai aspek kultural, bahasa sebagai sarana pelestarian budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini meliputi segala aspek kehidupan manusia yang tidak terlepas dari peranan bahasa sebagai alat untuk memperlancar proses sosial manusia.
Bahasa dapat pula berperan sebagai alat integrasi sosial sekaligus alat adaptasi sosial, hal ini mengingat bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa yang majemuk. Kemajemukan ini membutuhkan satu alat sebagai pemersatu keberseragaman tersebut. Di sinilah fungsi bahasa sangat diperlukan sebagai alat integrasi sosial. Bahasa disebut sebagai alat adaptasi sosial apabila seseorang berada di suatu tempat yang memiliki perbedaan adat, tata krama, dan aturan-aturan dari tempatnya berasal. Proses adaptasi ini akan berjalan baik apabila terdapat sebuah alat yang membuat satu sama lainnya mengerti, alat tersebut disebut bahasa. Dari uraian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Salah satu butir sumpah pemuda adalah menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Dengan demikian bahasa dapat mengikat anggota- anggota masyarakat pemakai bahasa menjadi masyarakat yang kuat, bersatu, dan maju.
3.        Variasi Bahasa
Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosio linguis- tik. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi bukan hanya penuturnya yang tidak homogeny tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.
Chaer dan Agustina (dalam Massofa, 2009)  mengatakan bahwa variasi bahasa itu
pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan penggunanya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang mengunakan bahasa itu, dirnana tempat tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakan. Berdasarkan penggunanya berarti, bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya. Adapun penjelasan variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
1.        Variasi bahasa dari segi penutur 
  1. Variasi bahasa idiolek
Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing. 
  1. Variasi bahasa dialek 
Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Umpamanya, bahasa Jawa dialek Bayumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya.
  1. Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal
Bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa padamasa kini.
  1. Variasi bahasa sosiolek 
Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain sebagainya.
2.        Variasi bahasa berdasarkan kelas masyarakatnya
  Misalnya, adanya perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosakata, seperti kata mati digunakan untuk masyarakat biasa, sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.
3.        Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur adalah variasi bahasa
yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan, hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai warisan sebagaimana halnya dengan tingkat kebangsawanan. Misalnya, seseorang yang mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi lemah. Berkaitan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat golongan, status dan kelas sosial para penuturnya dikenal adanya variasi bahasa akrolek, basilek, vulgal, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken (Chaer, dan Agustina dalam Massofa, 2009). Adapun penjelasan tentang variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari variasi sosial lainya. 
b)      Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dipandang rendah.
c)      Vulgal adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak berpendidikan.
d)     Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia.
e)      Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena bukan merupakan bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof (profesor), let (letnan), dll.
f)       Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara lerbatas oleh kelompok social tertentu. Misalnya, para tukang batu dan bangunan dengan istilah disiku, ditimbang, dll.
g)      Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh profesi tertentu dan bersifat rahasia. Misalnya, bahasa para pencuri dan tukang copet: daun dalam arti uang.
h)      Ken adalah variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek- rengek penuh dengan kepura- puraan. Misalnya, variasi bahasa para pengemis.
4.        Variasi bahasa dari segi pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek atau register adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tampak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya, bahasa dalam karyasastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis sehingga dipilih dan digunakanlah kosakata yang tepat.
Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan mudah, komunikatif karena jurnalis harus menyampaikan berita secara tepat dan ringkas karena keterbatasasan ruang (dalam media cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Intinya ragam bahasa yang dimaksud diatas, adalah ragam bahasa yang menunjukan perbedaan ditinjau dari segi siapa yang menggunakan bahasa tersebut.
5.        Variasi bahasa dari segi keformalan
Variasi bahasa berdasarkan tingkat keformalannya, Chaer (dalam Massofa,2009) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu:
a)      Gaya atau ragam beku (frozen)
Gaya atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-situasi hikmat, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, dan sebagainya.
b)      Gaya atau ragam resmi (formal)
Gaya atau ragam resmi adalah variasi bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, dan lain sebagainya.
c)      Gaya atau ragam usaha (konsultatif)
Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di sekolah, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.
d)     Gaya atau ragam santai (casual)
Gaya bahasa ragam santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat dan sebagainya.
e)      Gaya atau ragam akrab (intimate)
Gaya atau ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab antar  anggota keluarga atau antar teman yang sudah karib.
6.        Variasi bahasa dari segi sarana
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Misalnya, telepon, telegraf, radio yang menunjukkan adanya perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan, salah satunya adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa tulis yang pada kenyataannya menunjukan struktur yang tidak sama.


B. Pembahasan
1.        Bahasa Gaul
Terdapat dua situasi yang menggolongkan pemakaian bahasa di dalam masyarakat, yaitu situasi resmi dan tidak resmi. Bahasa yang digunakan pada situasi resmi menuntut penutur untuk menggunakan bahasa baku, bahasa formal.  Penggunaan bahasa resmi terutama disebabkan oleh keresmian suasana pembicaraan atau komunikasi tulis yang menuntut adanya bahasa resmi. Contoh suasana pembicaraan resmi adalah pidato, kuliah, rapat, ceramah umum, dan lain-lain. Dalam bahasa tulis bahasa resmi banyak digunakan dalam surat dinas, perundang-undangan, dokumentasi resmi, dan dan lain-lain.
Situasi tidak resmi akan memunculkan suasana penggunaan bahasa tidak resmi juga. Kuantitas pemakian bahasa tidak resmi banyak tergantung pada tingkat keakraban pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dalam situasi tidak resmi, penutur bahasa tidak resmi mengesampingkan pemakaian bahasa baku atau formal. Kaidah dan aturan dalam bahasa-bahasa baku tidak lagi menjadi perhatian. Prinsip yang dipakai dalam bahasa tidak resmi adalah asal orang yang diajak bicara bisa mengerti. Situasi semacam ini dapat terjadi pada situasi komunikasi remaja di sebuah mal, interaksi penjual dan pembeli, dan lain-lain. Dari ragam bahasa tidak resmi tersebut, selanjutnya memunculkan istilah yang disebut dengan istilah bahasa gaul.
Lubis Grafura (Grafura, 2009) mengkhawatirkan terkikisnya bahasa Indonesia yang baik dan benar di tengah arus globalisasi. Kecenderungan masyarakat ataupun para pelajar menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari semakin tinggi. Dan yang lebih parah makin berkembangnya bahasa gaul yang mencampuradukkan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.
Saat ini bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan menjadi umum. Bahasa gaul sering digunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan sosial bahkan dalam media-media popular serperti TV, radio, dunia perfilman nasional, dan digunakan sebagai publikasi yang ditujukan untuk kalangan remaja oleh majalah-majalah remaja populer.
Seperti halnya bahasa lain, bahasa gaul juga mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dapat berupa penambahan dan pengurangan kosakata. Tidak sedikit kata-kata yang akan menjadi kuno (usang) yang disebabkan oleh tren dan perkembangan zaman. Maka dari itu, setiap generasi akan memiliki ciri tersendiri sebagai identitas yang membedakan dari kelompok lain. Dalam hal ini, bahasalah sebagai representatifnya.
Dari segi fungsinya, bahasa gaul memiliki persamaan antara slang, dan prokem. Kosa kata bahasa remaja banyak diwarnai oleh bahasa prokem, bahasa gaul, dan istilah yang pada tahun 1970-an banyak digunakan oleh para pemakai narkoba (narkotika, obat-obatan dan zat adiktif). Hampir semua istilah yang digunakan bahasa rahasia diantara mereka yang bertujuan untuk menghindari campur tangan orang lain. Bahasa gaul remaja merupakan bentuk bahasa tidak resmi.
Oleh karenanya bahasa gaul remaja berkembang seiring dengan perkembangan zaman, maka bahasa gaul dari masa ke masa berbeda. Tidak mengherankan apabila bahasa gaul remaja digunakan dalam lingkungan dan kelompok sosial terbatas, yaitu kelompok remaja. Hal ini berarti bahwa bahasa gaul hanya digunakan pada kelompok sosial yang menciptakannya. Anggota di luar kelompok sosial tersebut sulit untuk  memahami makna bahasa tersebut.
2.       Sejarah Pemakaian Bahasa Gaul
Bahasa gaul tidak hanya muncul belakangan ini saja, tetapi sudah muncul sejak awal 1970-an. Waktu itu bahasa khas anak muda biasa disebut bahasa prokem atau bahasa okem. Salah satu kosakata bahasa prokem yang masih sering dipakai sampai sekarang adalah "bokap".
Bahasa prokem awalnya digunakan oleh para preman yang kehidupannya dekat sekali dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Istilah- istilah baru mereka ciptakan agar orang- orang di luar komunitas mereka tidak mengerti. Dengan begitu, mereka tidak perlu lagi bersembunyi untuk membicarakan hal negatif yang akan maupun yang telah mereka lakukan.
Karena begitu seringnya mereka menggunakan bahasa sandi mereka itu di berbagai tempat, lama- lama orang awam pun mengerti yang mereka maksud. Akhirnya mereka yang bukan preman pun ikut menggunakan bahasa ini dalam obrolan sehari-hari sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia. Istilah dalam bahasa prokem seperti mokal, mokat, atau bokin dan lain-lain.
Dalam bahasa prokem, kata dibentuk dengan menyisipkan "ok" di tengah kata yang bagian akhirnya dibuang. Contoh: preman, dibuang "an"-nya dan disisipkan "ok"di tengah, dan preman pun berubah menjadi prokem. Sepatu yang menjadi sepokat dan duit jadi doku. Juga ada kata yang dibolak-balik seperti pusing menjadi suping.
Pada tahun 1970-an, dengan motif yang kurang lebih sama dengan para preman, kaum waria juga menciptakan sendiri bahasa rahasia mereka. Sampai sekarang kita masih sering mendengar istilah "bencong" untuk menyebut seorang banci. Pada perkembangannya, konon para waria atau banci inilah yang paling rajin berkreasi menciptakan istilah-istilah baru yang kemudian memperkaya khasanah perbendaharaan bahasa gaul. Anak muda 1970-an memperkenalkan asoy untuk asyik dan ajojing untuk  berdisko. Pada masa itu, Teguh Esha, lewat novel Ali Topan Anak Jalanan (1972) dan sekuelnya, Ali Topan: Detektif Partikelir (1973), mempopulerkan bahasa prokem yang aslinya dari bahasa para preman.
Pada 80-an bahasa gaul anak muda makin marak. Radio salah satu sumbernya. Sandiwara radio Catatan Si Boy (Cabo) di Prambors banyak menyumbang istilah baru. "Cabo harus bermain di kalimat karena radio hanya menjual suara," ujar Wanda Tumanduk, salah satu penulis naskahnya dalam buku Tempat Anak Muda Mangkal. Prambors juga mempopulerkan kata-kata lama bahasa Jawa seperti tembang untuk lagu, dan anyar untuk baru, juga kawula dan wadyabala.
Dekade berikutnya, bahasa komunitas banci masuk dalam bahasa pergaulan anak muda secara umum. Debby Sahertian, bintang Lenong Rumpi, mengabadikan bahasa itu dalam Kamus Bahasa Gaul. Dari sana sejumlah kata berubah arti, seperti ember (memang), sutra (sudah), akika (aku), dan sebagainya. Kata-kata bahasa Inggris juga makin marak disisipkan dalam percakapan sehari-hari.
Belakangan, kita sering menemukan pemakaian kata "secara" yang kurang tepat. Tidak hanya dalam percakapan, kesalah kaprahan pemakaiannya juga bisa dijumpai dalam sejumlah tulisan. Contohnya kalimat: "Secara kita tuh makhluk sosial, kita pun dituntut untuk belajar bersosialisasi." Pemakaian kata "secara" di kalimat itu jelas salah, dan bisa diganti dengan karena atau mengingat. Parahnya lagi, pemakaian kata itu kadang juga tidak terdeteksi sebagai sebuah kesalahan. Dalam versi ini, kata "secara" biasanya muncul sebagai kemubaziran. Misalnya: "Secara akar musik emo bermula dari punk dan hardcore punk." harusnya kalimat itu bisa ditulis: "Akar musik emo adalah punk dan hardcore punk," atau: "Musik emo berakar pada punk dan hardcore punk." Contoh lain: "Padahal, secara jarak tempuh, rumah Anda yang lebih jauh dari rumah sahabat Anda." Seharusnya kalimat itu bisa lebih singkat: "Padahal, rumah Anda yang lebih jauh dari rumah sahabat Anda.
Tentu saja masih banyak kata yang populer dalam pergaulan kaum muda. Tidak selamanya bahasa gaul memiliki pola khas seperti bahasa prokem, kadang malah dicomot dari sumber yang susah dilacak. Misalnya kata tajir untuk kata kaya. Tajir sebenarnya berasal dari bahasa Arab yang berarti pedagang. Ada jayus yang berarti kegagalan dalam melucu. Konon, itu dicomot dari nama seseorang yang sering gagal melucu.
Kosakata bahasa gaul yang berkembang belakangan ini sering tidak beraturan dan cenderung tidak terumuskan. Bahkan kita tidak dapat mempredeksi bahasa apakah yang berikutnya akan menjadi bahasa gaul. Bahasa gaul memiliki sejarah sebelum penggunaannya popular seperti sekarang ini. Sebagai bahan teori, berikut adalah sejarah dari beberapa kata dalam bahasa gaul tersebut:
1.              Nih Yee...
Ucapan ini terkenal di tahun 1980-an, tepatnya November 1985. pertama kali yang mengucapkan kata tersebut adalah seorang pelawak bernama Diran. Selanjutnya dijadikan bahan lelucon oleh Euis Darliah dan popular hingga saat ini.
2.              Memble dan Kece
Kata memble dan kece merupakan kata-kata ciptaan khas Jaja Mihardja. Pada tahun 1986, muncul sebuah film berjudul “Memble Tapi Kece” yang diperankan oleh Jaja Mihardja ditemani oleh Dorce Gamalama.
3.              Boo
Kata ini popular pada pertengahan awal 1990-an. Penutur pertama kata Boo adalah grup GSP yang beranggotakan Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan. Kemudian kata- kata dilanjutkan oleh Lenong Rumpi dan menjadi popular di lingkungan pergaulan kalangan artis. Salah seorang artis bernama Titi DJ kemudian disebut sebagai artis yang benar-benar mempopulerkan kata ini.
4.              Nek...
Setelah kata Boo... popular, tak lama kemudian muncul kata- kata Nek... yang dipopulerkan anak-anak SMA di pertengahan 90-an. Kata Nek... pertama kali diucapkan oleh Budi Hartadi seorang remaja di kawasan kebayoran yang tinggal bersama neneknya. Oleh karena itu, lelaki yang latah tersebut sering mengucapkan kata Nek.
5.              Jayus
Di akhir dekade 90-an dan di awal abad 21, ucapan jayus sangat popular. Kata ini dapat berarti sebagai lawakan yang tidak lucu, atau tingkah laku yang disengaja untuk menarik perhatian, tetapi justru membosankan. Kelompok yang pertama kali mengucapkan kata ini adalah kelompok anak SMU yang bergaul di sekitar Kemang.
Asal mula kata ini dari Herman Setiabudhi. Dirinya dipanggil oleh teman-temannya Jayus. Hal ini karena ayahnya bernama Jayus Kelana, seorang pelukis dikawasan Blok M. Herman atau Jayus selalu melakukan hal-hal yang aneh-aneh dengan maksud mencari perhatian, tetapi justru menjadikan bosan teman-temannya. Salah satu temannya bernama Sonny Hassan atau Oni Acan sering memberi komentar jayus kepada Herman. Ucapan Oni Acan inilah yang kemudian diikuti teman- temannya didaerah Sajam, kemudian merambat populer di lingkungan anak-anak SMUsekitar.
6.              Jaim
Ucapan jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang pejabat di sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk menjaga tingkah laku atau menjaga image.
7.              Gitu Loh...
Kata Gitu Loh pertama kali diucapin oleh Gina Natasha seorang remaja SMP dikawasan Kebayoran. Gina mempunyai seorang kakak bernama Ronny Baskara seorang pekerja event organizer. Sedangkan Ronny punya teman kantor bernama Siska Utami. Suatu hari Siska bertandang ke rumah Ronny. Ketika dia bertemu Gina, Siska bertanya dimana kakaknya, lantas Gina menjawab di kamar, Gitu Loh. Esoknya si Siska di kantor ikut-ikutan latah dia ngucapin kata Gitu Loh...di tiap akhir pembicaraan.
8.              Cupu
Sebutan ini lazim ditujukan untuk seseorang yang berpenampilan kuno, jadul (jaman dulu). Dengan kata lain dianggap tidak mencerminkan kekinian, misalnya berkacamata tebal dan modelnya tidak trendy, kutu buku, kurang bergaul di kalangan anak muda. Cupu sendiri merupakan kependekan dari kalimat culun punya. Culun dapat berarti lugu-lugu bego, punya dapat berarti benar-benar, jika digabung menjadi : benar-benar lugu/bego.
Selama ini bahasa anak muda cuma dianggap bahasa cakapan temporer yang tidak baku dan harus ditulis miring. Bahasa itu dianggap seperti tren pakaian anak muda yang terus berganti bersama musim atau sebagai satu bentuk pemberontakan dan keisengan anak muda, atau cara mereka keluar dari kekakuan bahasa baku. Artinya biarkan bahasa itu berkembang di koridor yang berbeda.
Bersikap seperti itu adalah pilihan gampang, tapi cenderung tidak mau repot. Saya tidak mengatakan harus ada aturan yang melarang penggunaan bahasa-bahasa itu, meski memang banyak yang menganggapnya sebagai perusak tata bahasa Indonesia. Justru sebaliknya, kita sebenarnya memanfaatkan kedinamisan anak muda dalam menciptakan bahasa itu sebagai salah satu sumber penambahan kata dan perkembangan bahasa baku. Meski bahasa gaul memiliki dunianya sendiri, tidak ada salahnya mengadopsi atau mengambil kata baru dari mereka.
Tentu saja tidak semua bisa diangkut. Harus ada seleksi ketat. Kata-kata yang dibolak-balik sebaiknya tidak diambil. Juga kata-kata yang ada di bahasa baku tapi dipakai untuk maksud yang menyimpang, seperti pemakaian "secara" yang amburadul tadi.
3.       Ciri-Ciri Bahasa Gaul
Ragam bahasa gaul memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata- kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti permainan menjadi mainan, pekerjaan menjadi kerjaan.
Kalimat- kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal. Bentuk- bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat- kalimat yang tidak lengkap. Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Ada banyak ragam bentukan bahasa gaul. Berikut ini penjelasan singkat beberapa metode atau rumus dalam membentuk atau memodifikasi kata, anatara lain:
1.        Tambahan sisipan ko..
Dalam bahasa prokem, kata dibentuk dengan menyisipkan "ok" di tengah kata yang bagian akhirnya dibuang. Contoh: preman, dibuang "an"-nya dan disisipkan "ok" di tengah, dan preman pun berubah menjadi prokem. Sepatu yang menjadi sepokat dan duit jadi doku.Contoh lainnya:
  1. Mati – mokat
  2. Bini – bokin
  3. Beli – bokel
  4. Bisa - bokis
2.        Kombinasi e + ong 
Kata bencong itu bentukan dari kata banci yang disisipi bunyi e dan ditambah akhiran ong. Huruf vokal pada suku kata pertama diganti dengan e. Huruf vokal pada suku kata kedua diganti ong.Contoh lain:
  1. Makan – Mekong
  2. Sakit – sekong
  3. Laki – lekong
  4. Lesbi – lesbong
  5. Mana – menong
Ada juga waria yang kemudian mengganti tambahan ong dengan es sehingga bentukan katanya:
  1. Banci – bences
  2. Laki - lekes
3.        Tambahan sisipan Pa/pi/pu/pe/po
Setiap kata dimodifikasi dengan penambahan pa/pi/pu/pe/po pada setiap suku katanya. Maksudnya bila suku kata itu bervokal a, maka ditambahi pa, bila bervokal I ditambahi pi, begitu seterusnya.
Contoh:
  1. Mati - ma (+pa) ti(+pi) – mapatipi
  2. Cina - ci (+pi) na (+pa) – cipinapa
  3. Gila - gi (+pi) la(+pa) – gipilapa
  4. Tilang - ti (+pi) la(+pa)ng - tipilapang
4.        Tambahan Sisipan in
Pernah dengar istilah lines? Lines itu artinya lesbi. Rumusnya, setiap suku kata pertama disisipi in. Kata les-bi disisipi -in jadi l(in)es b(in)I = linesbini. Supaya  gampang sering disingkat jadi lines saja.
Contoh lain:
  1. Banci - b(in)an-c(in)i – binancini
  2. Mandi - M(in)an-d(in)i – Minandini
  3. Toko - t(in)o-k(in)o – tinokino
  4. Homo - h(in)o-m(in)o ± hinomino
Contoh-contoh di atas bisa dibilang pembentukan kata yang beraturan. Ada juga bentukan kata yang tidak beraturan, jadi tidak bisa dibuat rumusnya. Misalnya kata cabut yang kemudian jadi bacut. Artinya pergi atau berangkat. Bisa juga diartikan lari atau kabur bila diucapkan dengan intonasi tinggi dan panjang (Cabuuut..!).
Istilah dalam bahasa gaul sekarang ini cenderung ke arah yang tidak beraturan itu atau dengan menyingkat kata. Misalnya kalau kita mendengar ada orang yang bilang "macan tutul di Gedung MPR , pamer paha di jalan tol" tentu itu bukan menunjukkan arti sebenarnya. Tidak ada macan tutul di MPR dan tidak ada cewek-cewek pakai rok mini di jalan tol. Tapi maksud dari kalimat tersebut: "macet total di depan Gedung MPR dan padat merayap tanpa harapan di jalan tol".
4.        Bahasa Gaul Sebagai Solidaritas Kaum Muda
Terlepas merusak bahasa baku atau tidak, istilah dan kosakata baru (bahasa gaul) semakin memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Para pengguna Bahasa Indonesia harus mampu membedakan antara yang baku dan yang berkembang (bahasa gaul). Kita semua tahu bahwa Bahasa Indonesia telah memiliki format yang baik dan benar. Namun tidak bisa dipungkiri, akibat perubahan jaman yang begitu cepat melesat, munculah istilah- istilah baru. Entah siapa yang menciptakan dan mempopulerkan, tiba-tiba saja kita sering diperdengarkan oleh kosakata- kosakata yang tidak pernah kita dengar sebelumnya.
Kalangan orang tua seringkali merasa prihatin terhadap fenomena bahasa gaul, mereka menganggap jaman sekarang semakin anak bergaul, efek buruknya anak berpotensi lebih menyerap kata- kata yang tidak pantas dan sopan.
Dari sekian banyaknya kosakata bahasa gaul sejak awalnya dulu, sejalan dengan perubahan jaman dan generasi, bahasa gaul pun juga ikut mengalami perubahan sesuai dengan selera generasinya.
Beberapa contoh bahasa gaul :
Garink                                : tidak lucu                                                            Jablay              : jarang dibelai
Pasutri           : pasukan suami takut istri                   Cimut              : ciuman maut
Kemek          : makan                                                Hasem             : ingin merokok 
Skull              : sekolah                                              Kull                 : kuliah
Parno             : Paranoid                                            Sherina            : Serius na
Marsyanda    : Masa oloh serius na                           Tp                    : tebar pesona
Neting           : Negatif Thinking                               Doror               : Double eror 
Bapuk           : jelek/buluk                                         Caur                : hancur
Gazebo          : Gak jelas bo..(tidak jelas)                  Nembak           : menyatakan cinta
Jadian            : pacaran                                             Tase                 : bermesraan
Bokis             : bohong                                             Jorki                : Joker (jorok)
Pewe             : Posisi (Wu)enak                               Songong          : belagu
Pecun            : perek culun                                       SMS                : suka sama suka
Sodokur        : sodara (saudara)                                Ciamik             : bagus
Balon            : bakal calon                                        Ember              : iya (benar/setuju)
Cingcay lah   : lumayan lah                                      Jarpul               : jarang pulang
                                 
Makaci          : terimakasih                                        bekibolang       : belok kiri boleh 
brondong      : lebih muda                                        brownis           : brondong manis
cemat            : cewek matre                                      CDMA            : cape deh males ah
Menyimak asal muasal bahasa gaul, ada sebuah penafsiran bahwa dalam dunia muda berlaku simbol- simbol yang simple, mudah diucapkan, akrab ditelinga, dan spontan. Jika ada sebuah kata yang dianggap baru dan tepat untuk menggambarkan suatu keadaan maka dengan cepat akan segera diadopsi. Bisa jadi ucapan-ucapan tersebut berawal dari celetukan spontan saja, namun karena dianggap memenuhi unsur-unsur tersebut diatas, maka segera akan menjadi populer. Bisa juga berasal dari singkatan dari beberapa kata.
Biasanya bahasa gaul akan mengalami masa pasang-surut, tiap generasi memiliki selera dan dinamikanya sendiri, tidak perlu dipersoalkan secara serius sebagai sebuah ancaman rusaknya tatanan bahasa, karena hanya bersifat sementara, datang dan pergi dan selalu akan begitu. Bahasa gaul hanya digunakan sebagai bahasa komunitas kaum muda yang mencoba membangun solidaritas dan bertahan ditengah- tengah jaman yang semakin cepat berlari.
5.        Bahasa Gaul di Kalangan Pelajar
Remaja khususnya para pelajar dan mahasiswa dituntut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dalam berbicara dengan orang lain agar bahasa persatuan tersebut dapat berkembang, karena ada kecenderungan kini banyak pelajar dan mahasiswa menggunakan bahasa gaul.
Kebanyakan remaja maupun mahasiswa kurang menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang baku sesuai dengan kaidahnya karena tidak dibiasakan dalam kehidupan sehari-harinya. Kurangnya mahasiswa menggunakan bahasa Indonesia yang baik disebabkan faktor kebiasaan dan kurangnya kesadaran untuk menggunakan bahasa tersebut. Meski tidak disukai oleh remaja, penggunaan bahasa Indonesia harus dipaksa agar mereka menggunakan bahasa yang baku. Upaya memotivasi pelajar dan mahasiswa agar menguasai bahasa Indonesia dilakukan dengan cara belajar dan terus berlatih. Pada saat mereka berlatih didepan kelas akan diberikan penghargaan dalam bentuk pujian supaya mereka lebih serius lagi. Sebenarnya tanggung jawab di dalam pengajaran tidak hanya dibebankan kepada guru atau dosen bahasa Indonesia saja, tetapi juga guru dan dosen lainnya ikut serta dalam mengembangkan bahasa tersebut agar para siswa menyadari bahwa hal itu cukup penting.
Agar mahasiswa dapat menguasai penggunaan kata- kata bahasa Indonesia yang baik, seharusnya proses pengajarannya bukan hanya sebagai formalitas saja tetapi perlu ditekankan bagaimana peserta didik terampil menggunakannya.
6.        Distribusi Geografis Bahasa Gaul
Bahasa gaul umumnya digunakan di lingkungan perkotaan. Terdapat cukup banyak variasi dan perbedaan dari bahasa gaul bergantung pada kota tempat seseorang tinggal, utamanya dipengaruhi oleh bahasa daerah yang berbeda dari etnis- etnis yang menjadi penduduk mayoritas dalam kota tersebut. Sebagai contoh, di Bandung, Jawa Barat, perbendaharaan kata dalam bahasa gaulnya banyak mengandung kosakata- kosakata yang berasal dari bahasa sunda.

0 komentar:

 
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.