Derasnya
paham globalisasi dan kesuksesan integrasi ekonomi Eropa dalam bentuk pasar
tunggal yang digodok sejak 1950-an sedikit banyak menginspirasi wilayah lain.
Asia Tenggara menjadi wilayah yang kemudian mengikuti langkah ini. Isu
integrasi ekonomi ASEAN mulai dipelajari tahun 1997 ketika badai krisis ekonomi
global menerpa. Negara-negara anggota ASEAN berharap Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) bisa menjadi fondasi kokoh ketika diwujudkan tiga tahun mendatang.
Asean
sangat berkepentingan membentuk pakta ekonomi yang kokoh, saling melindung dan
bersifat timbal balik karena kawasan ini adalah pasar dan wilayah investasi
terbesar dari negara-negara industri. Tentu saja di luar kepentingan ekonomi,
geopolitik Asean kini semakin penting karena menjadi kawasan perimbangan
kekuatan Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Rusia dan China. Satu negara yang
bergantung namun terkesan gengsi melakukan pendekatan dalam taraf setara adalah
Australia yang berada di utara. Tanpa Asean, Australia akan menjadi benua mini
yang terasing.
Tahun
2007, di usia ke-40, 10 negara-negara Asia Tenggara menyepakati Piagam ASEAN
dan Cetakbiru ASEAN menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pada Konferensi
Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 di Singapura. Penandatangan Piagam ASEAN ini akan
menandai babak baru ASEAN menuju sebuah organisasi dengan komitmen bersama yang
mengikat secara hukum. Sedangkan cetakbiru MEA akan memberikan arah bagi
perwujudan ASEAN sebagai sebuah kawasan basis produksi dan pasar tunggal. Pencapaian
MEA ini dilakukan melalui lima pilar, yaitu: aliran bebas dari barang, jasa,
investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Upaya
mewujudkan ASEAN sebagai kawasan basis produksi dan pasar tunggal ini tentu
saja memberikan banyak peluang, tantangan sekaligus ancaman yang besar bagi
Indonesia. Berikut kami sajikan berbagai bentuk peluang, tantangan dan juga
ncaman yang mungkin akan dihadapi oleh bangsa Indonesia.
A.
Peluang
Perubahan
sistem perdagangan internasional menuju liberalisasi, seperti ASEAN menuju AFTA
dan nanti menjadi MEA 2015, memunculkan banyak peluang diantaranya yaitu:
1.
Manfaat integrasi ekonomi
Kesediaan
Indonesia bersama-sama dengan 9 (sembilan) Negara ASEAN lainnya membentuk Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA)pada tahun 2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas
manfaatnya yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia dan kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi dalam mewujudkan MEA 2015
melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan
efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di
kawasan ASEAN, akan meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di kawasan.
2.
Pasar potensial dunia
Pewujudan
MEA di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 di
dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar (8% dari total penduduk
dunia) di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2008, jumlah penduduk ASEAN
sudah mencapai 584 juta orang (ASEAN Economic Community Chartbook, 2009),
dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan usia mayoritas
berada pada usia produktif. Pertumbuhan ekonomi individu Negara ASEAN juga
meningkat dengan stabilitas makroekonomi ASEAN yang cukup terjaga dengan
inflasi sektitar 3,5 persen. Jumlah penduduk Indonesia yang terbesar di
kawasan (40% dari total penduduk ASEAN) tentu saja merupakan potensi yang
sangat besar bagi Indonesia menjadi negara ekonomi yang produktif dan dinamis
yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan.
3.
Negara pengekspor
Negara-negara
di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-negara pengekspor baik produk
berbasis sumber daya alam (seperti agro-based products) maupun berbagai produk
elektronik. Dengan meningkatnya harga komoditas internasional, sebagian besar
Negara ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek
perekonomian yang cukup baik juga menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan
investasi (penanaman modal).
Sepuluh
(10) komoditi ekspor ASEAN ke dunia pada tahun 2008 (berdasarkan HS-4 digit)
yang dilaporkan dalam ASEAN Economic Community Chartbook (2009) adalah (1)
electronic integrated circuits & microassemblies (9%); (2) oil (not crude)
from petrol & bituminous minerals etc. (7%); (3) automatic data processing
machines, magnetic or optical readers, etc. (5%); (4) crude oil from petroleum
and bituminous minerals (4%); (5) petroleum gases & other gaseous
hydrocarbons propane, butane, ethylene (4%); (6) parts and accessories for
office macjines & typewriters (3%); (7) palm oil & its fractions, not
chemically modified (3%); (8) natural rubber in primary form or plates balata,
gutta – percha, guayule, chicle (2%); (9) semiconductor devices; light –
emiting diodes; mountedpiezoelectric crystals; parts thereof diodes, etc. (1%);
dan (10) electric apparatus for line telephony or telegraphy telephone sets,
teleprinters, modems, facs machine (1%).
Pada
umumnya, konsentrasi perdagangan ASEAN masih dengan dunia meskipun cenderung
menurun dan beralih ke intra-ASEAN. Data perdagangan ASEAN menunjukkan bahwa
share perdagangan ke luar ASEAN semakin menurun, dari 80,8% pada tahun 1993
turun menjadi 73,2% pada tahun 2008, sedangkan share perdagangan di intra-ASEAN
meningkat dari 19,2% pada tahun 1993 menjadi 26,8% pada tahun 2008. Hal yang
sama juga terjadi dengan Indonesia dalam 5 tahun terakhir, namun perubahannya
tidak signifikan. Nilai ekspor Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan
ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa peluang
untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN masih harus ditingkatkan agar laju
peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari
intra-ASEAN.
Indonesia
sudah mencatat 10 (sepuluh) komoditi unggulan ekspornya baik ke dunia maupun ke
intra-ASEAN selama 5 tahun terkhir ini (2004 – 2008) dan 10 (sepuluh) komoditi
ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi unggulan ekspor ke
dunia adalah minyak kelapa sawit, tekstil & produk tekstil, elektronik,
produk hasil hutan, karet & produk karet, otomotif, alas kaki, kakao,
udang, dan kopi, sedangkan komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak
petroleum mentah, timah, minyak kelapa sawit, refined copper, batubara, karet,
biji kakao, dan emas. Disamping itu, Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang
punya peluang untuk ditingkatkan nilai ekspornya ke dunia adalah peralatan
kantor, rempah-rempah, perhiasan, kerajinan, ikan & produk perikanan,
minyak atsiri, makanan olahan, tanaman obat, peralatan medis, serta kulit &
produk kulit. Tentu saja, Indonesia harus cermat mengidentifikasi tujuan pasar
sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan.
4.
Negara tujuan investor
Uraian
tersebut di atas merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ASEAN merupakan pasar
dan memiliki basis produksi. Fakta-fakta tersebut merupakan faktor yang
mendorong meningkatnya investasi di dalam dalam negeri masing-masing anggota
dan intra-ASEAN serta masuknya investasi asing ke kawasan. Sebagai Negara
dengan jumlah penduduk terbesar (40%) diantara Negara Anggota ASEAN, Indonesia
diharapkan akan mampu menarik investor ke dalam negeri dan mendapat peluang
ekonomi yang lebih besar dari Negara Anggota ASEAN lainnya.
Dari
segi peningkatan investasi, berbagai negara ASEAN mengalami penurunan rasio
investasi terhadap PDB sejak krisis, antara lain akibat berkembangnya regional
hub-production. Tapi bagi Indonesia, salah satu faktor penyebab penting
penurunan rasio investasi ini adalah belum membaiknya iklim investasi dan
keterbatasan infrastuktur. Dalam rangka MEA 2015, berbagai kerjasama regional
untuk meningkatkan infrastuktur (pipa gas, teknologi informasi) maupun dari
sisi pembiayaan menjadi agenda. Kesempatan tersebut membuka peluang bagi
perbaikan iklim investasi Indonesia melalui pemanfaatan program kerja sama
regional, terutama dalam melancarkan program perbaikan infrasruktur domestik. Sedangkan,
kepentingan untuk harmonisasi dengan regional menjadi prakondisi untuk
menyesuaikan peraturan invetasi sesuai standar kawasan.
5.
Daya saing
Liberalisasi
perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan
bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan
non-tarif yang berarti sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di
kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha
lainnya untuk meproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara
efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi
lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat
dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai
yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu Negara besar yang juga memiliki
tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada
sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri
di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
6.
Sektor jasa yang terbuka
Di
bidang jasa, ASEAN juga memiliki kondisi yang memungkinkan agar pengembangan
sektor jasa dapat dibuka seluas-luasnya. Sektor-sektor jasa prioritas yang
telah ditetapkan yaitu pariwisata, kesehatan, penerbangan dan e-ASEAN dan
kemudian akan disusul dengan logistik. Namun, perkembangan jasa prioritas di
ASEAN belum merata, hanya beberapa negara ASEAN yang mempunyai perkembangan
jasa yang sudah berkembang seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Kemajuan
ketiga negara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penggerak dan acuan untuk
perkembangan liberalisasi jasa di ASEAN. Lebih lanjut, untuk liberalisasi aliran
modal dapat berpengaruh pada peningkatan sumber dana sehingga memberikan
manfaat yang positif baik pada pengembangan system keuangan, alokasi sumber
daya yang efisien, serta peningkatan kinerja perekonomian secara keseluruhan. Dari
sisi jumlah tenaga kerja, Indonesia yang mempunyai penduduk yang sangat besar
dapat menyediakan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar, sehingga
menjadi pusat industri. Selain itu, Indonesia dapat menjadikan ASEAN sebagai
tujuan pekerjaan guna mengisi investasi yang akan dilakukan dalam rangka MEA
2015. Standardisasi yang dilakukan melalui Mutual Recognition Arrangements
(MRAs) dapat memfasilitasi pergerakan tenaga kerja tersebut.
7.
Aliran modal
Dari
sisi penarikan aliran modal asing, ASEAN sebagai kawasan dikenal sebagai tujuan
penanaman modal global, termasuk CLMV khususnya Vietnam. MEA membuka peluang
bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan aliran modal masuk ke kawasan yang
kemudian ditempatkan di aset berdenominasi rupiah. Aliran modal tersebut tidak
saja berupa porsi dari portfolio regional tetapi juga dalam bentuk aliran modal
langsung (PMA). Sedangkan dari sisi peningkatan kapasitas dan kualitas lembaga,
peraturan terkait, maupun sumber daya manusia, berbagai program kerja sama
regional yang dilakukan tidak terlepas dari keharusan melakukan harmonisasi,
standarisasi, maupun mengikuti MRA yang telah disetujui bersama. Artinya akan
terjadi proses perbaikan kapasitas di berbagai institusi, sektor maupun
peraturan terkait. Sebagai contoh adalah penerapan ASEAN Single Window yang
seharusnya dilakukan pada tahun 2008 (hingga saat ini masih dalam proses) untuk
ASEAN-6 mengharuskan penerapan sistem National Single Window (NSW) di
masing-masing negara.
B.
Tantangan
Pemikiran
akan pentingnya menjalin kerjasama yang lebih erat lagi dalam proses integrasi
merupakan salah satu upaya merespon tantangan di era globalisasi. Karena dengan
kerjasama yang solid dan intens dibidang ekonomi maka ASEAN akan mampu memegang
kendali kawasan, bukan menjadi marjinal di kawasannya sendiri dan Asia pada
umumnya. Dengan hal ini sepertinya tantangan justru datang menghampiri
Indonesia, berikut ini berbagai tantangan yang mungkin akan dihadapi Indonesia
dalam mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN:
1.
Laju peningkatan ekpor dan impor
Tantangan
yang dihadapi oleh Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang
bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan negara
sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India. Kinerja
ekspor selama periode 2004 – 2008 yang berada di urutan ke-4 setelah Singapura,
Malaysia, dan Thailand, dan importer tertinggi ke-3 setelah Singapura dan
Malaysia, merupakan tantangan yang sangat serius ke depan karena telah
mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang defisit terhadap beberapa
Negara ASEAN tersebut.
Ancaman
yang diperkirakan lebih serius lagi adalah perdagangan bebas ASEAN dengan
China. Hingga tahun 2007, nilai perdagangan Indonesia dengan China masih
mengalami surplus, akan tetapi pada tahun 2008, Indonesia mengalami defisit
sebesar + US$ 3600 juta. Apabila kondisi daya saing Indonesia tidak segera
diperbaiki, nilai defisit perdagangan dengan China akan semakin meningkat.
Akhir-akhir ini para pelaku usaha khususnya yang bergerak di sektor industri
petrokimia hulu, baja, tekstil dan produk tekstil, alas kaki serta elektronik,
menyampaikan kekhawatirannya dengan masuknya produk-produk sejenis dari China
dengan harga yang relative lebih murah dari produksi dalam negeri (Media
Indonesia, 26 Nopember 2009).
2.
Laju inflasi
Tantangan
lainnya adalah laju inflasi Indonesia yang masih tergolong tinggi bila
dibandingkan dengan Negara lain di kawasan ASEAN. Stabilitas makro masih
menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia dan tingkat kemakmuran
Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Populasi Indonesia
yang terbesar di ASEAN membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerataan
pendapatan, 3 (tiga) Negara ASEAN yang lebih baik dalam menarik PMA mempunyai
pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari Indonesia.
3.
Dampak negatif arus modal yang lebih bebas
Arus
modal yang lebih bebas untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien,
merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan
internasional, mendukung pengembangan sektor keuangan dan akhirnya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun demikian, proses liberalisasi arus
modal dapat menimbulkan ketidakstabilan melalui dampak langsungnya pada
kemungkinan pembalikan arus modal yang tiba-tiba maupun dampak tidak
langsungnya pada peningkatan permintaaan domestik yang akhirnya berujung pada
tekanan inflasi. Selain itu, aliran modal yang lebih bebas di kawasan dapat
mengakibatkan terjadinya konsetrasi aliran modal ke Negara tertentu yang
dianggap memberikan potensi keuntungan lebih menarik. Hal ini kemudian dapat
menimbulkan risiko tersendiri bagi stabilitas makro ekonomi.
4.
Kesamaan produk
Hal
lain yang perlu dicermati adalah kesamaan keunggulan komparatif kawasan ASEAN,
khususnya di sektor pertanian, perikanan, produk karet, produk berbasis kayu,
dan elektronik. Kesamaan jenis produk ekspor unggulan ini merupakan salah satu
penyebab pangsa perdagangan intra-ASEAN yang hanya berkisar 20-25 persen dari
total perdagangan ASEAN. Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan nilai
tambah bagi produk eskpornya sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dengan
produk dari Negara-negara ASEAN lainnya
5.
Daya saing sektor prioritas integrasi
Tantangan
lain yang juga dihadapi oleh Indonesia adalah peningkatan keunggulan komparatif
di sektor prioritas integrasi. Saat ini Indonesia memiliki keunggulan di
sektor/komoditi seperti produk berbasis kayu, pertanian, minyak sawit,
perikanan, produk karet dan elektronik, sedangkan untuk tekstil, elektronik,
mineral (tembaga, batu bara, nikel), mesin-mesin, produk kimia, karet dan
kertas masih dengan tingkat keunggulan yang terbatas.
6.
Daya saing SDM
Kemapuan
bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan baik secara formal
maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan harus minimal memenuhi ketentuan
dalam MRA yang telah disetujui. Pada tahun 2008-2009, Mode 3 pendirian
perusahaan (commercial presence) dan Mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja
(movement of natural persons) intra ASEAN akan diberlakukan untuk sektor
prioritas integrasi. Untuk itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas
tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik di dalam negeri maupun
intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari luar.
Pekerjaan ini tidaklah mudah karena memerlukan adanya cetak birum sistem
pendidikan secara menyeluruh, dan sertifikasi berbagai profesi terkait.
7.
Tingkat perkembangan ekonomi
Tingkat
perkembangan ekonomi Negara-negara Anggota ASEAN hingga saat ini masih beragam.
Secara sederhana, penyebutan ASEAN-6 dan ASEAN-4 dimaksudkan selain untuk membedakan
tahun bergabungnya dengan ASEAN, juga menunjukkan perbedaan tingkat ekonomi.
Apabila diteliti lebih spesifik lagi, tingkat kemajuan berikut ini juga
terdapat diantara Negara Anggota ASEAN: (i) kelompok negara maju (Singapura),
(ii) kelompok negara dinamis (Thailand dan Malaysia), (iii) kelompok negara
pendapatan menengah (Indonesia, Filipina, dan Brunei), dan (iv) kelompok negara
belum maju (CLMV). Tingkat kesenjangan yang tinggi tersebut merupakan salah
satu masalah di kawasan yang cukup mendesak untuk dipecahkan agar tidak
menghambat percepatan kawasan menuju MEA 2015. Oleh karenanya, ASEAN dalam
menentukan jadwal komitmen liberalisasi mempertimbangkan perbedaan tingkat
ekonomi tersebut. Dalam rangka membangun ekonomi yang merata di kawasan (region
of equitable economic development), ASEAN harus bekerja keras di dalam negeri
masing-masing dan bekerja sama dengan sesama ASEAN.
8.
Kepentingan nasional
Disadari
bahwa dalam rangka integrasi ekonomi, kepentingan nasional merupakan yang utama
yang harus diamankan oleh Negara Anggota ASEAN. Kepentingan kawasan, apabila
tidak sejalan dengan kepentingan nasional, merupakan prioritas kedua. Hal ini
berdampak pada sulitnya mencapai dan melaksanakan komitmen liberalisasi MEA
Blueprint. Dapat dikatakan, kelemahan visi dan mandat secara politik serta
masalah kepemimpinan di kawasan akan menghambat integrasi kawasan. Selama ini
ASEAN selalu menggunakan pendekatan voluntary approach dalam berbagai inisiatif
kerja sama yang terbentuk di ASEAN sehingga group pressure diantara sesama
Negara Anggota lemah. Tentu saja hal ini berkonsekuensi pada pewujudan
integrasi ekonomi kawasan akan dicapai dalam waktu yang lebih lama.
9.
Kedaulatan negara
Integrasi
ekonomi ASEAN membatasi kewenangan suatu negara untuk menggunakan kebijakan fiskal,
keuangan dan moneter untuk mendorong kinerja ekonomi dalam negeri. Hilangnya
kedaulatan negara merupakan biaya atau pengorbanan terbesar yang ”diberikan’
oleh masing-masing Negara Anggota ASEAN. Untuk mencapai MEA 2015 dengan sukses,
diperlukan kesadaran politik yang tinggi dari suatu negara untuk memutuskan
”melepaskan” sebagian kedaulatan negaranya. Kerugian besar lainnya adalah
seperti kemungkinan hilangnya peluang kerja di suatu negara serta kemungkinan
menjadi pasar bagi Negara ASEAN lainnya yang lebih mampu bersaing.
Tantangan
lainnya yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah bagaimana mengoptimalkan
peluang tersebut. Bila Indonesia tidak melakukan persiapan yang berarti maka
Indonesia akan menjadi Negara tujuan pemasaran bagi ASEAN lainnya. Rendahnya
peringkat Indonesia dalam pelaksanaan usaha di tahun 2010 (Doing Business 2010,
International Finance Corporation, World Bank) yaitu 122 dari 185 Negara,
sementara peringkat Negara ASEAN lainnya seperti Thailand (12), Malysia (23),
Vietnam (93), dan Brunei D (96) yang berada jauh di atas Indonesia, merupakan
potensi kehilangan bagi Indonesia karena investor akan lebih memilih
negara-negara tersebut sebagai tujuan investasinya.
C. Ancaman
Sumber
daya manusia Indonesia sedang terancam dari berbagai sisi, antara lain
integrasi mobilitas tenaga kerja kawasan ASEAN melalui kesepakatan
diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), teknologi yang semakin
berkembang dan perdagangan bebas yang menyebabkan membanjirnya produk luar di
Indonesia. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN diluar Indochina, kualitas
tenaga kerja Indonesia adalah yang paling rendah. Survei yang dilakukan oleh
APO (Asian Productivity Organization) pada tahun 2004 menunjukkan, dari setiap
1.000 tenaga kerja Indonesia hanya ada sekitar 4,3 persen yang terampil
dibandingkan dengan Filipina 8,3 persen, Malaysia 32,6 persen dan Singapura
34,7 persen.
Rendahnya
kualitas tenaga kerja Indonesia disebabkan karena sistem diklat yang masih
berorientasi pada pendekatan “supply driven". Program diklat yang
dikembangkan oleh lembaga diklat pemerintah dan swasta belum mengacu kepada
kebutuhan pasar kerja. Akibatnya terjadi kesenjangan yang semakin lebar antara
kualitas tenaga kerja yang dihasilkan oleh lembaga diklat dengan kualitas yang
dibutuhkan oleh dunia usaha/industri. Kesenjangan ini telah menyebabkan
meningkatnya jumlah pengangguran terbuka khususnya pengangguran terdidik usia
muda. Tanpa adanya upaya terobosan dari para pemangku kepentingan khususnya
pemerintah, pada era MEA yang mulai efektif tahun 2015 nanti, tenaga kerja
Indonesia akan kalah bersaing dan semakin terpinggirkan.
Selain
masalah itu, dengan adanya pasar tunggal ASEAN ini juga mengancam eksistensi
usaha sekaligus SDM lokal. Selama ini Indonesia lebih banyak berperan sebagai
pasar empuk bagi produk-produk luar. Berbagai produk negara lain membanjiri
Indonesia mulai dari makanan, fashion, otomotif dan elektronik. Produk-produk
itu sangat kompetitif baik dari segi kualitas maupun harga, sehingga produk
dalam negeri menjadi kurang berkembang akibat kalah bersaing. Apakah salah jika
konsumen dalam negeri lebih memilih barang dari luar negeri tentu saja
jawabannya adalah tidak meskipun dengung nasionalisme salah satunya adalah
menggunakan produk-produk Indonesia. Konsumen tak akan mempertimbangkan itu,
namun kualitas dan harga yang sesuai kriteria, dan sepertinya produsen luar
yang di dukung kebijakan negaranya yang malah lebih paham soal pemenuhan selera
pasar itu. Selain mengancam pengusaha, membanjirnya produk luar dengan pasar
yang tinggi di Indonesia juga mengancam kelangsungan tenaga kerja. Jika
pengusaha tidak mampu mempertahankan usahanya karena collapse, tentu saja
tenaga kerjanya akan terkena imbas PHK.
Sejauh
ini mayoritas pemerintah daerah tidak mengetahui mengenai rencana diberlakukannya
Masyarakat Ekonomi Asean sehingga banyak pengusaha di daerah lebih kesulitan
mempersiapkan diri. Di sisi lain, para pengusaha asal Malaysia, Vietnam, dan
Thailand saat ini aktif memperkenalkan produknya kepada pasar Indonesia.
Contohnya yaitu produk makanan dan minuman dari Malaysia yang mulai membanjiri
pasar Indonesia. Minuman cokelat asal Malaysia lebih gampang ditemukan daripada
minuman coklat buatan Indonesia. Makanan dan minuman dari negeri jiran itu
memang membanjiri toko kelontong, minimarket, dan pasar di wilayah perbatasan
Indonesia-Malaysia. Malaysia belakangan ini menjadi eksportir utama produk
makanan dan minuman ke Indonesia.
Hampir
seperlima dari seluruh makanan dan minuman impor berasal dari Malaysia.
Lonjakan impor makanan dan minuman ini sangat mengkhawatirkan. Kenaikan impor
dari Januari 2010 ke Januari 2011 mencapai 83%. Produk makanan-minuman Malaysia
itu membanjiri pasar Indonesia sejak berlakunya kesepakatan ASEAN Trade in
Goods Agreement (ATIGA).
Kesimpulan
Dalam
mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini Indonesia memiliki peluang yang besar
untuk dapat bersaing dengan Negara ASEAN lainnya . Akan tetapi perlu diingat bahwa selain peluang
Indonesia juga akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan juga ancaman yang
mungkin bisa menghambat Indonesia untuk dapat bersaing dengan Negara ASEAN
lainnya. Untuk dapat memanfaatkan peluang serta mengantisispasi terjadinya
ancaman itu maka pemerintah harus memersiapkan diri untuk menyongsong era “Masyarakat Ekonomi Asean”
ini dengan mempercepat pembangunan di berbagai infrastruktur,
jaringan logistik, ketersediaan energi dan konektivitas untuk meningkatkan daya
saing pengusaha domestik. Selain itu pemerintah harus mampu merancang skema yang dianggap paling
menguntungkan bagi perekonomian nasional. Pemerintah harus segera menyususun
langkah yang strategis yang dapat diimplementasikan secara spesifik agar
peluang pasar yang terbuka dapat dimanfaatkan secara optimal. Jika
tidak, Indonesia hanya akan jadi pasar bagi produk-produk Thailand, Malaysia,
dan Singapura saat Asean Economic Community berlaku pada 2015.
2 komentar:
kok gabisa di copyyyyyyy
hehe...maafff...coba trik lain pasti bisa dicopy kok..
Post a Comment